Sunday, March 30, 2025

Me-Nyepi

 

Hai, aku tidak akan membahas mengenai hari raya Nyepi. Belakangan aku mendapat sebuah momen dimana kudapati diriku mulai berhenti sejenak, mempertanyakan beberapa hal, melihat sekitar dan berupaya melihat apa yang tidak terlihat.

Duduk menyepi di sebuah taman di atas mall yang lumayan besar di Kawasan Beach Walk, Bali. Kulihat lampu sangat terang disana, namun sangat gelap disekitar taman. Bahkan aku tidak dapat melihat wajah pengunjung lain di sekitarku saat itu. Kudapati diriku duduk sampai melihat banyak orang berjalan cepat dengan tas belanjaan. Mencoba mengejar sesuatu, hingga kusadari tidak ada yang perlu dikejar.

Beberapa pertanyaan random hadir seketika didalam momen tersebut dan beberapa momen setelahnya.

 (Teman) Kuterus memimpikan kawan lamaku, entah karna pengaruh apa.

Sejujurnya aku tidak terlalu paham dengan hubungan pertemanan. Di masa sekarang dengan segala untung dan ruginya, kudapati diriku berupaya memilah pertemanan yang semurni mungkin. Alih-alih mendapatkannya. Hanya tersisa, hubungan pertemanan yang berupaya tidak merasa iri dengan posisi kawannya, tidak merasa terasingkan dengan kehidupan keluarganya, atau sesederhana tidak terusik dengan komentar mengenai gaya hidup.

Namun, kudapati ada satu kawanku yang lebih sering dari sering masuk kedalam mimpiku. Bahkan saat aku sedang memiliki kekasih. Kurasa tak wajar memimpikannya, bahkan disaat tak berpikir tentangnya. Berupaya berpikir bahwa ini sekedar bunga tidur dimana tak ada makna didalamnya. Dan lambat laun, kudapati mimpi-mimpiku mulai memberikan informasi sesuatu. Kemudian kuputuskan untuk menyampaikannya.  

Benang merah dari sebuah hubungan. Yang lebih dekat dari pasangan dan saudara. Kudapati mungkin terdapat sebuah karma, karma di masa lalu. Atau ada sebuah peran yang dituntut satu sama lainnya. Kuakhiri dengan sebuah harapan tidak ada hal luar biasa menakutkan setelahnya.


(Mantan) Setiap beberapa kata-kata di media sosial mengarahkanku pada satu mantan lama yang tak kupedulikan lagi lawaknya.

Beberapa kawan mungkin tahu, bahwa aku memiliki pasangan yang telah kandas setelah hampir 4 tahun menjalaninya. Kini dua tahun lamanya. Kudapati diriku terus mengingat ucapannya,”Butuh orang baru untuk melupakan orang lama”. Dan tidak terjadi padaku saat ini.

Aku percaya apapun yang kubaca dan kuterima, baik dari media sosial maupun bacaan sebuah buku. Biasa memberikan sebuah petuah dan pesan tertentu. Aku mendapatkan sebuah pesan yang sering terngiang dan kudapati diriku menenangkan hati dengan beberapa kalimat.

Tidak pernah terjadi jika tidak harus terjadi; Tuhan menjauhkanmu dari hal-hal yang tidak kau dengarkan dibelakangmu; dan sesuatu untukmu akan dengan mudah menemukanmu. Maka, tenanglah hatiku dengan segala kesehatan dan keberlimpahanku.

(Ortu) Apakah hanya anak manusia yang bisa durhaka? Apakah orang tua tidak?

Disaat semua orang merasa bahwa anak yang selalu durhaka, namun bagaimana dengan orang tua yang selalu memberikan hal yang tidak sehat kepada anaknya. Tidak mungkin tanpa penyebab. Takut deh ngobrol panjang tentang topik ini.

Kusadari diriku selalu salah dengan apapun yang terjadi bahkan jika bukan aku penyebabnya. Jika kudapati memiliki anak di masa depan, maka akan sangat kuupayakan bahagia dirinya. Tidak takut berada dirumah, bekerja sama bersama, tidak merasa takut disaat harus menyatap makanannya, dan merasa bahwa rumah adalah tempat yang indah, juga menyejukkan hati. Bukan sebaliknya.

Aku percaya untuk selalu membimbing diriku dulu. Baru kucoba untuk membawa orang lain. Jika tak percaya dengan situasinya, maka berupayalah menenangkan dirimu yang pertama. Baru kemudian, diputuskan sisanya setelahnya.

(Diriku Sendiri) Apakah aneh merasa asing diruang yang seharusnya menjadi dirimu sendiri? Entah itu kantor, atau rumahmu.

Ada beberapa saat dimana momen selalu berpindah, mengupayakan kerja sama tim antara bawahan, sejawat, dan juga atasan. Tidak selalu mulus jalannya. Kebanyakan naik turun kisahnya. Hingga kudapati banyak hal yang tak sejalan dengan keinginan, kehendak, atau harapanku.

Maka, tak apa menjadi asing. Sering dibuatkan situasi untuk berlatih. Diri yang berbeda bukan berarti salah. Pasti terlihat aneh oleh orang lainnya, namun belum tentu salah. Upayakan selalu menjadi semurni dirimu dengan selalu mengusung kejujuran dan kebaikan hati. Tidak ada yang lain.

Bergerak melawan arus ombak tentu melelahkan. Namun, terkadang nelayan perlu mengerakkan perahunya melawan arah kan untuk satu dua tujuan? Menjadi asing bukan hal aneh terutama kau dengan yakin memastikan apa yang kau inginkan. Memang kau yakini dengan benar.

(Diri lama) Setelah sekian tahun ku berdiri sendiri dengan gaya hidup dan sekitarnya, apakah ada yang perlu dikoreksi?

Hai, Asri. Terimakasih sudah membuat warisan sebanyak ini, misalnya dari tulisan buku dan blog yang masih berkeliaran di websitemu. Aku baru memulai hariku sejak kerja pertama kali tahun 2014, dan benar-benar berjalan sendiri sejak 2015. Kurang lebih 10 tahun baru kujalani hidupku dengan sebenar-benarnya.

Banyak yang berkomentar dangkal dengan melihat story saja atau cuplikan fotoku di Instagram. Sekedar berkata,”kamu tidak berkembang, temanmu cowok semua”. Semua yang kuterima seakan negative. Padahal tidak ada yang tahu betapa merasa sendirinya dikelilingi para maskulin di sekitar. Tidak semua mudah untuk bisa saling menerima. Tidak semua memilih berpindah dan hidup nyaman di kota. Aku memilih tinggal di Timur Indonesia.

Kudapati diriku terus belajar mengenai gaya hidup. Terus mengupayakan apa yang sehat dan tidak. Apa yang ingin kucapai atau tidak. Sama seperti cita-citaku untuk tidak memberikan PR di penerus kerjaanku, maka kupastikan diriku bisa membantu diriku sendiri dihari tuaku.

(Diri baru) Kini kusadari, tak ada pakem yang sempurna untuk menciptakan gaya kehidupanmu. Namun hanyalah gaya hidup yang dipilih dan dipoleh dengan gaya sempurna oleh orang banyak.

Semakin berjalan keluar dari zona nyaman. Melihat lokasi lain, luar negeri dan dalam negeri. Tinggal lama di luar kampung halaman menyebabkanku untuk dapat melihat banyak hal. Baik yang biasa maupun diluar kebiasaan. Dan ini memberiku banyak referensi akan seperti apa kuhadapi diriku dikemudian hari.

Sedikit lagi kudapati diriku akan menjajaki usia 33 tahun, tanpa pasangan dan tanpa anak. Masih menginginkan seorang pasangan yang selalu memilihku disetiap kesempatan. Tidak mempertimbangkan antara apa yang kumiliki dan apa yang orang tuanya inginkan. Hanya tentang aku dan dirimu. Merasakan indahnya dunia dengan segala rutinitas, hidup bebas bertanggung jawab, dan (bonus) keluarga mini luar biasa dengan pengalaman expensive di masa depan.

Aku terbangun di satu hari libur di Kota Waingapu. Berupaya menyadari dimana diriku dan begitu tenang hariku saat itu. Mencoba bersyukur dengan segala peran dan kondisiku. Mencoba mengambil yang bisa kuselesaikan dan mengabaikan sisanya.

Pasrah bukan berarti tidak berupaya. Aku hanya berupaya mencari tau apa yang sehat bagi pikiran, hati, dan fisikku. Sesekali me-Nyepi untuk melihat sudah sejauh mana dan bersama siapa, baik yang memberi pertumbuhan atau sekedar mengusik hari-harimu.

Jangal lewatkan YouKnow What? Big Five! Hal-Hal yang sekiranya penting ga penting, namun tertuang dalam tulisan tersebut. With love, Asri Vitaloka.

Saturday, February 22, 2025

You Know What? Big Five!

Sesuatu yang selalu dipercaya belakangan. Setiap orang memiliki intuisi dan sensitifitas yang berbeda. Aku percaya pada mimpiku. Percaya pada setiap momen film yang memberikan kata-kata serta kalimat yang sangat relate dengan keadaan. Hingga belakangan, kuputuskan untuk menuliskan beberapa hal. Lima hal yang kucoba tuangkan sebentar lagi.

Sebelum lanjut ya. Aku cukup excited dengan usia yang bertambah. Metabolisme yang melambat, badan yang lebih susah dijaga, dan sakit badan serta lupa-lupa anak muda juga mulai terjadi. Dan entah kenapa, aku suka menjadi tua. Melihat segala perubahan dan siap menyatakan,”Aku sudah merasakan asam manis kehidupan”. Walaupun belum juga menyentuh usia 33 tahun.

Masalahnya bukan tinggal dimana, namun bersama siapa.

Sudah lama aku tinggal jauh merantau di Nusa Tenggara Timur. Kudapati rumahku mulai berpindah. Kucari rumah berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Hingga kusadari, masalahnya bukan tempat bertinggal. Namun bersama siapa waktu dihabiskan. Kusesali bahwa, tidak pernah sadar akan setiap momen dan peristiwa selalu memiliki batas waktu.

Hingga kudapati, aku pernah menyadari bahwa setiap hidupku seakan memiliki periode tertentu. Dengan setiap periode seakan episode dalam sebuah film. Dimana peran datang dan pergi, tergantung kisah yang akan diceritakan. Yang kusesali kembali, tidak mudah merasakan saat ini dan kini. Seakan berlari walaupun tidak bergerak. Mencoba mencari sesuatu diluar. Namun lupa untuk melihat sekitar.

So, sorry. Bagi sekitarku yang terlupa kuperhatikan. Setiap orang hanya berupaya bertahan dengan setiap peristiwa yang diciptakan oleh pikiran, ucapan dan perilakunya.

 


Kalau tidak dikasi yang kamu mau, jangan maksa dan jika dikasi yang kita butuh, jangan menolak.

Pernah kudapati diriku sangat susah mendapatkan banyak hal. Hingga kupikir,”Ah, paling tidak dapat juga”. Kemudian, kembali ke masa dimana sekitarku menyebutkan apapun yang kuinginkan kembali kudapatkan. Semudah itu? Atau sepercaya itu?

Kusapa kembali kedalam diriku untuk melihat apa yang diijinkan untuk datang dan apa yang dijauhkan dengan sangat mudah. Diri sendiri hanya bisa melihat masa lalu dan masa kini. Bahkan sedetik kemudian hanya akan diketahui jika kita sudah melewatinya. Kemudian kupercayai satu hal,”Jangan memaksa sesuatu yang tidak datang dan terima dengan Ikhlas apa yang datang”.

Dengan berpikir seperti itu, ditengah semua orang ingin mendapatkan semuanya maka jalan hidupmu akan lebih ringan. Tidak mendapatkan semuanya, namun kau membutuhkan apa yang dibutuhkan.


Semurni apapun hubunganmu dengan orang lain, ini mengenai transaksi entah mengenai material dan non-material.

Jika kita kembali ke masa anak kecil, sekolah, dan belum memikirkan adult things. Kudapatkan bahwa sepolosnya anak kecil yang berteman dengan sekitarnya. Polos, sederhana, dan tidak menginginkan sesuatu dengan mengupayakan cara politik apapun. Berbeda dengan seorang wanita, belum menikah, dan kini berusia diatas 30 tahun. Semua tidak pernah mudah.

Mungkin harus dihilangkan perihal gender. Tapi, tetap dengan pemahaman setiap kebaikan akan dianggap ada makna terkandung didalamnya. Tidak pernah polos dan selalu mengenai transaksi. Terkadang bukan transaksi, namun bagaimana mendapatkan keuntungan.

Kupastikan jika diriku tidak dapat kembali sepolos itu, maka kudapati diriku berjumpa dengan orang yang dapat mendukungku. Dan akan kuupayakan untuk mendukung kembali. Jika pun hubungan kami bukan keluarga ataupun pasangan, namun kuhargai dengan sangat hubungan pertemanan yang luar biasa. Thankyou.


Setiap kelebihan dan kekurangan yang dirasakan belum cocok dengan situasi serta orang-orang, maka kamu belum sampai di tujuan.

Percaya ngga? Setiap kekurangan akan sangat mudah terlihat. Dan setiap kelebihan terkadang susah juga untuk diterima orang lain. Kupikirkan dengan sangat, kenapa ada kelebihan dan kekurangan yang membuat masalah. Tidak pernah terlintas jawaban yang benar-benar pas, hingga akhirnya kudapati sebuah insight,”Bahwa mungkin kamu belum sampai”.

Sebuah perjalanan yang tidak ada habisnya. Pernahkah sadar kapan akan sampai? Apakah sebuah kehidupan akan tiba dimana kematian akan datang? Atau apa?

Tapi, satu yang kupercaya jika sekitarmu belum sesuai dan selalu terasa salah maka kamu belum sampai di tujuanmu. Ini bukan tentang lokasi, dan juga tentang orang-orang. Tujuanmu bisa saja lebih besar daripada yang dapat dibayangkan. Ini semua tentang takdir Tuhan.



Dirimu hanya sekecil dan tidak terlihat jika dibandingkan semesta, tapi tidak mengurangi keberhargaanmu didunia. Peran kecil atau besar sedang menunggumu.

Bahkan benda paling tidak terlihat mungkin seakan tidak memiliki peran. Tapi, sampai berwujud maka ada maksud dan tujuannya. Bahkan lebah punya peran. Dan sebut lagi yang lainnya. Apalagi dirimu. Seorang human.

Hanya saja, bener juga sih. Kalau bisa disampaikan dari orang paling toxic diantero dunia. Diri kita hanya kecil dan pusat semesta tidak selalu mengenai dirimu. Entah kenapa aku tidak percaya. Bagi seorang NPD mungkin dirinya selalu menjadi pusat semesta. Terlepas dari NPD atau tidak, percayalah dirimu adalah seseorang yang mampu menarik pusat semesta dan mampu menciptakan apapun. Tergantung tingkat kepercayaan dirimu.

Sekecil apapun dirimu melihat diri sendiri. Yah, jangan dipercaya sepenuhnya. Kecil bagi universe, tapi tidak membuat universe melupakanmu. Terkadang ada momen disaat waktu menunggu (mungkin semesta sedang mempersiapkan hal besar) dan kadang ada momen memanen (seakan semua terjadi seperti seharusnya). Cukup sadari, dirimu sedang berada ditahap yang mana.

Jadi, bukannya kecil loh ya. Peran besarmu sedang menunggu. Kamu cukup menjalaninya, terkadang berupaya mencari terlebih dahulu. Done. That’s sebuah tulisan di sore hari di Waingapu.

Jangan lewatkan “NARA”. With love, Asri Vitaloka.

Tuesday, January 28, 2025

Pov 30++ Tahun

 

Memanggil seluruh wanita dari segala jenis kalangan dengan usia sudah melewati 30++ tahun dan sedang berjuang dengan segala keruwetan serta kebahagiaan hidup. Tak jarang mengalami perasaan seakan menaiki roller coaster dan dengan tidak bermaksud menantang, namun seakan bersiap serta berkata,”Cobaan mana lagi yang akan datang Tuhan?”. (Ampun).

Ku spoiler dulu. Tulisan yang akan aku tulis ini merupakan pengalamanku selama bekerja setelah lulus kuliah di tahun 2014. Baru merasakan menjalani hidup yang kadang bersama teman. Yah, kadang sendirian juga. Kadang dikasi teman berdua. Namun, kemudian kembali sendirian. Memiliki kesempatan untuk bekerja mulai dari kerasnya Jakarta, sepinya Rote, hingga menggeloranya Sumba.

Jadi, apa POV aku tentang hidup di 30++ tahun ini?

Temannya Ada, Duitnya Ngga.

Tema: Berjuang Mencukupi Kebutuhan Satu Bulan. Aku baru merasakan bekerja di usia 22 tahun. Dulu yah, aku bisa merasa sangat cukup dengan gaji 2,6 juta di Cakung, Jakarta Timur. Padahal, kalau sudah tanggal belasan udah teriak minta ditraktir teman. Aku bertahan selama 11 bulan. Hingga akhirnya beralih ke pekerjaan baru di salah satu BUMN.

Dalam perjalanan pencarian karir. Aku dulu sempat mencicipi pekerjaan menjadi sales genset Komatsu dengan harga sekitar 1,5 Milyar dan berkeliling Jakarta menaiki sebuah Vario pada saat itu. Oiya, namanya Mimi (si Vario). Jadi gimana? Sudah bisa membayangkan ya. Harga jualan 1.5 M dengan si sales yang pakai motor saat itu, siapa coba yang mau beli?

Ditengah perjuangan mencukupi diri dalam kebutuhan satu bulan. Aku berjuang dengan perasaan,”Orang kerja gini banget ya”. Tanpa takut, bersama teman rasa saudara di tanah Rantau dan kerasnya kota Jakarta. Tapi, aku tidak sendirian. Thanyou, teman-teman BC saat itu. Ditemukan dengan komunitas anak muda Hindu Rawamangun. Seakan kusiap menghadapi dunian.

Aku bertahan hingga Tuhan berkata,”Asri, sudah cukup di Jakarta dan bergeraklah ke timur Indonesia”. Waktu itu, kukira begitulah. Kalau dirimu sedang berjuang dalam mencukupi kebutuhan satu bulan. Just please, perhatikan hati dan pikiranmu. Perhatikan sekitarmu, apa yang diberikan untuk menemanimu? Berikan perasaan legowo dan keluarkan kepada semesta,”Bahwa anda siap menerima yang lebih besar dari saat ini”.

Usia 20’an, Waktu Terbaik Dirimu Untuk Bepergian.

Tema: Bepergian dengan Kekuatan Penuh & Tanpa Perlu Merasa Bersalah. Dengan segala keindahan alam dan keinginan untuk mendatanginya. Kupasrahkan hati dan jiwa untuk memberikan panggilan alam kemana serta bersama siapa akan bepergian. Kudapati diriku menginjakkan kaki di tempat-tempat yang dulunya tidak mungkin kudatangi. Yah, kupastikan mimpi indah yang tidak bisa terwujud waktu lampau kembali datang untuk menagih agar bisa terwujud.

Selama usia 20 tahunan, kurasakan diriku melihat kehidupan di Nusa Tenggara Timur. Menemukan teman perantauan dan berupaya merasakan indahnya sekitar. Terimakasih teman-temanku yang waktu itu mau kubangunin di hari libur (padahal masih capek dari weekdays).

Kuajak bermain, entah itu di jarak dekat atau jauh. Hingga kulihat, hanya sisa aku yang bermain di taman bermain yang terpisah. Aku bisa H-1 bepergian mendaki bukit di Pulau Timor. Tidak perlu berpikir terlalu panjang. Seindah itu, usia 20 tahunan. Bepergian, tanpa takut dianggap tidak dewasa dan meninggalkan tanggung jawab. Dengan badan mendukung untuk kegiatan full day dan tidak encok kemudian.

Dulu, aku selalu takut kehabisan waktu. Kubawa diriku selalu berlari hingga tak jarang melewatkan masa kini. Sibuk mengevaluasi masa lalu dan merencanakan masa depan. Siapa yang begitu?



30’an, Sepertinya Semesta Memilih Jalur Karir Untukku.

Tema: Semesta memilihkan jalan terbaik untukmu. Menurutku, hidup baru dimulai sejak mendapatkan karir pertama pada akhir tahun 2025. Dimulai dengan bekerja di Nusa Tenggara Timur hingga mulai meracik masa depan seperti apa yang diinginkan. Kudapati diriku di saat ini, tidak mendapatkan kesempatan untuk masuk di era wanita menikah dan mengurus anak. Kurasakan semesta memilih jalan hidup berbeda.

Tidak salah. Tidak kurang. Sepertinya semesta memilihkan situasi berbeda. Kudapati diriku berjuang perlahan namun pasti, berpindah dan beristirahat sesekali di suatu tempat. Hingga memberi waktu untuk duduk dimanapun aku berada saat ini. Apapun itu, Thankyou God.

Kurasa kunci rahasianya adalah jangan membandingkan dirimu dengan sebelah. Wanita menikah tidak bisa dibandingkan dengan wanita yang belum menikah, walaupun usianya sama. Bahkan anak kembar identic sekalipun memiliki perbedaan dalam nasib dan perjalanan hidup. Bagaimana anda bisa menginginkan dan merasa iri terhadap orang lain?

Ujiannya berbeda. Rejekinya berbeda. Kusyukuri saat ini, teman-temanku telah sukses bersama keluarganya. Dan aku pun masih menikmati hidup dan kesukaanku saat ini. Good job, Asri. You doing great. Dan buat siapapun anda diluar sana, kusampaikan,”Sadari pilihan apa yang diberikan dan jalani? Jika tidak diberikan upaya sebesar 100% atau maksimal, maka pikirkanlah kembali”.



Si 30’an, Tak Jarang Melihat Om Tante 40’an.

Tema: Setiap periode memiliki personal berganti sesuai peran dan waktu. Saking bergilirnya hidupku dengan silih berganti orang disekitar, hingga aku menunggu kapan periode selanjutnya? Setiap periode seperti episode-episode dalam drama yang memiliki aktor, jalur cerita, dan makna didalamnya. Agak aneh ya. Tapi, aku sudah berpikir tentang itu saat itu.

Sejak itu, aku menanti untuk merasakan alur cerita apa yang akan dijalani saat ini dan setelah itu. Apakah akan membuat sebuah cerita pertemanan, cerita percintaan, atau cerita perjuangan sendirian? Wkwkwk.

Aku sempat berjumpa dengan seseorang yang baru menyentuh kepala 4. Belum menikah, entah ingin atau tidak. Memiliki empat anjing dirumahnya dan bepergian sesekali sambil tetap bekerja. Sewaktu berjumpa, aku ingin sekali bertanya,”Kenapa memilih sendirian?” Kudapati diriku tak bertanya dan tidak mendapat jawaban. Tapi, satu yang kupastikan. Entah semesta, atau perjalanan yang diberikan semesta membuatnya memilih pilihannya saat ini.

Akhirnya aku pun berpikir. Sebenarnya apa yang benar-benar ingin kulakukan? Entah bersama si pasangan hidup atau sendirian. Di waktu tua, seperti apa kau ingin dikenal? Seperti apa kau ingin menghabiskan waktu? Mulailah bermimpi dan membayangkan terwujud.

Lalu, Bagaimana Semesta memberi Kisah di 30’an ku?

Tema: Single, Berpindah, Bekerja, dan Menikmati Hidup. Bangun pagi, menye-menye. Pernah menyesal, kemudian bersyukur. Kok pindah mulu. Kapan punya teman seperjuangan diajak jalan di akhir minggu? Eh, terus lupa kalau aku kayanya ga pandai temenan wkkww. Kok sepi banget ini hidup? Padahal kalau ramean, ga kuat juga.

Padahal ya, apa yang disuguhkan dengan sangat mantap dan ciamik ini adalah situasi terbaik yang dapat dialami setiap orang. Dengan cobaan dan kebahagiaan yang bisa didapat. Cobalah untuk terus menikmati hidupmu dengan berupaya menemukan tujuan hidup sesungguhnya. Tujuan hidup yang membuatmu tetap hidup, bukan terjebak.

Aku adalah seorang Hindu. Tidak meyakini bahwa hidup ini hanya sekali. Maka, kupastikan hidupku berjalan dengan sebaik-baiknya. Tidak menyakiti orang lain. Dan syukur-syukur bisa memberikan sesuatu bermanfaat kepada orang lain. Bagiku, satu pepatah Jepang yang luar biasa. “Jika kau merasa salah menaiki kereta, maka turunlah. Karena semakin jauh perjalananmu, maka semakin mahal biaya untuk kembali”.

Thankyu 30’an ku. Kupasrahkan hatiku, kumaksimalkan hidupku. Jika masih bisa kudapati diriku di 40’an dan 50’an, maka kusampaikan,”Selamat sudah sampai & teruslah hidup dengan cara Asri Vitaloka (atau dirimu sendiri)”.

Biar kalian merasa tenang dalam menjalani hidup, ternyata aku pernah menuliskan “Hai, Hidupku” juga di tahun 2019 dengan mengutip Adjie Santosoputro. Just check!

With love, Asri Vitaloka.

Wednesday, January 8, 2025

Nara

 

Seperti sebuah nama seseorang, namun ini sebuah tempat. Tempat yang tidak pernah kusangka akan kudatangi di tahun lalu. Bermula dari keinginan untuk melihat Jepang. Hingga semesta mempertemukanku dengan Nara.

Thankyou, Nara. I meet you. Dalam sebuah pencarian ketenagan diri yang tak pernah stabil. Akan naik turunnya emosi dalam merasakan gelombang emosi kehidupan. Akhirnya, kurasakan ketenangan melalui sebuah tempat. Tempat di pelosok Jepang, bernama Nara. Sebuah ibukota pertama Jepang sebelum Kyoto. Ada beberapa pertemuan diri saat melihat Nara. Kurasakan sesuatu yang tak kurasakan sejauh beberapa tahun belakangan. Sesuatu yang tenang ditengah hiruk pikuk pikiranku.

Menurutku, tentang Nara?

Jika dirimu menyukai hutan dengan segala alam dan ketenangannya maka kusarankan kau menginjakkan kaki kesana. Cukup mudah berangkat dari Osaka. Hanya mengandalkan Google Maps yang akan memberikan banyak informasi untuk tiba disana. Aku penasaran dengan taman Nara dan ingin menikmati kuliner Udon Nara. Walaupun aku tidak terlalu menyukai Udon. Namun, aku selalu percaya tidak pernah tidak terpanggil jika memang ada sesuatu yang indah dan sesuai denganku.

Di hari terakhirku di Osaka waktu lampau, kudapati diriku begitu menginginkan untuk sampai di Nara. Diimingi dengan rusa sopan Jepang dan Udon Nara ditengah nuansa hutan. Kudapati diriku telah menaiki kereta rutin dan tiba disana.



Apa yang bisa dilihat di Nara?

Bepergian sewaktu musim panas di Jepang, ternyata lumayan memberi tantangan saat berjalan kaki. Panas dan berkeringat. Begitu aku melihat Nara di media sosial, tak kusangka ternyata disana lumayan sejuk. Begitu tiba, tidak jauh dengan nuansa lainnya. Banyak wisatawan yang mengunjungi Nara. Pergi memberi makan rusa sopan yang pandai menjawab salam ala Jepang. Sambil berjalan menikmati kuil dan mencoba Udon Nara dengan nuansa sepi ditengah hutan.

Hingga aku berjalan sedikit kearah satu jalan dan kudapati diriku sudah berjalan menyusuri hutan Nara. Sejenis pergerakan dengan tracking yang tidak terlalu jauh mungkin sekitar 1-2 kilo. Berjalan kaki sambil melihat pepohonan dengan nuansa hutan dan tempat ibadah di beberapa lokasi.

Kusapa Nara dan kudapati Nara menyapa balik. Berjumpa dengan banyak rusa yang ramah dan ada pula yang aggresif. Merasa flat dengan udon bening ditengah wisatawan yang penasaran. Kemudian menemukan satu hutan Nara. Tenang sekali.

Bagaimana perasaanmu, mengenai Hutan Nara?

Kudapati diriku mewarnai kuku dengan coklat dan hijau. Hingga sampai di hutan Nara, kusentuh pepohonan dan menyadari bahwa tanganku menyambut serta berupaya untuk menyatukan frekuensi sama dengan sekitarnya. Seketika, hati dan pikiranku merasa dipaksa beristirahat sejenak. Melihat kembali, apa yang terjadi belakangan. Bagaimana aku memberikan respon terhadap apa yang terjadi? Dan berupaya melawan dunia untuk merasakan ketenangan.