Perjalanan karir seseorang terkadang mengharuskannya untuk berpindah
dan menetap di tempat baru dalam waktu yang lama. Adaptasi selalu diperlukan
jika ia ingin cepat terlibat dengan lingkungan sekitarnya. Ini pula yang
dialami oleh sebagian besar perantau yang sedang mengejar karir. Apakah anda
salah satunya?
Aku adalah seorang penganut Hindu. Dengan pengalaman berpindah tempat
ke beberapa daerah yang menjadikan diri kaum minoritas, namun disitulah
terkadang seseorang dikenalkan yang namanya toleransi. Toleransi beragama
dilakukan dengan mengerti atau memahami orang lain yang berbeda dengan diri dan
juga tetap saling menghargai. Terimakasih teman-teman.
Ada beberapa cerita yang sedikit
menggelitik dalam beberapa minggu ini. Aku penganut Hindu 99,99% atau
dibulatkan menjadi 100% namun pernah menggunakan jilbab dan pernah masuk ke
dalam gereja. Itu dilakukan tanpa ada paksaan dari siapapun dan keinginan dari
diri sendiri.
Pengalaman baru aku dapatkan saat
mengunjungi daerah Pasir Pangarayan kemarin hari. Perjalanan dari
Pekanbaru-Pasir ditempuh selama kurang lebih 6 jam bolak-balik. Berangkat pukul
9 pagi dan tiba disana pada 12 siang. Perjalanan kami tempuh selama itu untuk
mengunjungi rumah bapak Ami di Pasir. Selesai melakukan halal bihalal dengan
menyantap banyak sekali makanan bersantan, kue bolu, durian, dan minuman
bersoda, akhirnya satu tim anggota kantor Pekan baru kembali pulang.
Gambar foto pribadi di Masjid Islamic Center Pasir Pangarayan
Sebelum balik, waktu sudah
menunjukkan untuk waktu sholat ashar. Akhirnya kami mengunjungi sebuah mesjid besar
di daerah Pasir Pangarayan. Depan masjid terdapat sebuah tangga besar menuju ke
atas dan dijaga seorang satpam berkumis tebal. Ternyata ada sebuah larangan
masuk untuk wanita yang tidak menutup kepalanya. Dan aku salah satu dari
beberapa orang yang tidak menggunakan penutup kepala.
Aku memang tidak ikutan
bersembahyang, hanya saja terdapat keinginan untuk masuk dan melihat besarnya
bangunan tersebut. Untungnya aku membawa sebuah penutup kepala yang pernah
diberikan, biasa disebut dengan jilbab. Dan aku menggunakannya walaupun masih
terlihat rambut dibagian depan. Oiya, mungkin sudah pada tahu kan? Jika anda
menggunakan jilbab maka rambut tidak boleh terlihat sedikitpun. Dan disitu
pertama kali aku mendapatkan pengalaman baru menggunakan penutup kepala.
Pengalaman sebelumnya baru aku
dapatkan saat menemani beberapa kawan ke gereja di Pekanbaru. Ini pengalaman
pertama juga untuk aku masuk ke gereja. Dengan tanda salib ditengah ruangan dan
beberapa orang menggunakan sejenis jubah hitam didalam ruangan. Kata teman aku,
saat itu aku sedang beruntung karena dapat menonton sejumlah penampilan musik
dari North Sumatra Brass. Yaitu kumpulan pemain musik dari anak-anak kuliah
dari Jogjayakarta. Aku mengikuti dari awal mula kegiatan hingga ditutup oleh
penampilan musik nuansa sangat Jazz dari NBS. Kegiatan persembahyangan terkesan
khusyuk dan romantis dengan alunan-alunan musik yang diperdengarkan.
Dua kegiatan berbeda namun tetap
satu tujuan, yaitu untuk memuja Tuhan Yang Maha Esa. Keinginanku untuk merasakan
banyak nuansa berbeda dalam pemujaan Tuhan bukan dengan maksud mengejek salah
satu kepercayaan. Aku tetaplah seorang Hindu mulai dari lahir hingga detik ini
dan kuhargai apapun bentuk kepercayaan orang lain karena seperti itulah Hindu
mengajarkan. Selalu fleksibel dengan segala tempat dan keadaan namun tetap
mengajarkan kedamaian serta kebahagiaan baik diri sendiri maupun dengan
lingkungan sekitar. Walaupun berada dimanapun tidak mengubah keyakinan
seseorang dengan mudah. Menjadi minoritas tentu tidak mudah. Namun, akan sangat
luar biasa jika anda begitu yakin dengan kepercayaanmu dan tetap merasakan
ketenangan didalamnya bahkan ditengah minoritasnya diri anda.
Gejolak diri akan terjadi jika
anda merasa kurang mantap dengan kepercayaan yang sedang dianut dan berada
dalam lingkungan minoritas. Tapi, jangan sekali-kali menjadikan itu sebuah
masalah. Seorang kawan yang kukenal belum lama ini (Rahayu) menceritakan sebuah
kisah dimana ia harus menggunakan penutup kepala dari SD hingga SMA padahal ia
seorang Hindu dikarenakan terdapat peraturan daerah yang mengharuskan seperti
itu. Ia tidak mempermasalahkannya bahkan tetap setia menggunakannya saat sedang
berada di sekolah. Dan mengejutkannya ia tetap Hindu hingga saat ini. Hingga
saat ia menceritakan kembali kisah tersebut kepadaku. Dan aku salut dengannya.
Tempat anda berada bukanlah
sebuah alasan untuk menjadikan anda ragu dengan keyakinan yang sedang dianut.
Aku boleh berada dimanapun dan melihat kegiatan agama apapun, tapi “No, Aku
Hindu 100%”, sahutku dalam hati dan semoga tidak goyah. Mungkin pengetahuan
tentang agamaku boleh sedikit, berbagai pertanyaan seputar Hindu terkadang
kujawab dengan ragu-ragu, tetapi satu hal yang aku yakin adalah aku seorang
Hindu hingga detik ini. Dan satu hal lagi yang dapat kuyakini adalah sesungguhnya
begitu luar biasa jika terdapat toleransi begitu besar antara penganut agama.
Itulah beberapa pengalaman
menarik yang kualami. Perjalanan karir terkadang mengharuskan seseorang untuk
berpindah tempat dan akan susah jika tidak terbiasa dengan suasana tersebut.
Ada beberapa tips dan trik jika itu terjadi pada anda :
- Sibukkan diri anda dengan kegiatan berkualitas, seperti melakukan hobi dan passion anda
- Ikuti kegiatan di tempat ibadah
- Cari kenalan sebanyak-banyaknya saat berada di tempat ibadah, maka anda tidak akan merasa sendiri.
Tulisan ini dibuat bukan untuk
mengomentari suatu agama tertentu. Ini hanyalah sebuah tulisan yang
menggambarkan pengalaman pribadi saat merasakan pengalaman baru di tempat yang
berbeda. Dan mungkin terjadi juga pada beberapa pembaca di luar sana. Maka bisa
kukatakan, indahnya rasa saling menghargai. Walaupun terdapat perbedaan,
ternyata semuanya begitu sama. Sama-sama mengajarkan kebahagiaan, kebaikan, dan
intinya melakukan pemujaan kepada Tuhan. Dan jangan lupa Tuhan tetap satu, walaupun
beragam cara untuk memuja, menyembah, atau mengucap syukur kepadaNya. (AV)
No comments:
Post a Comment