Gambar Kegiatan menenun di Desa Sade
“Lo mau kemana?” / “Mau ke Desa Sade?”
“Mau ngapain?” / “Katanya
banyak “pup sapi” noh disana!”.
Sebuah desa yang menawarkan kisah wisata yang berbeda. Hanya ada di
Lombok dan sekitarnya. Desa Sade, namanya. Terletak di Pulau Lombok dan tidak
jauh dari Bandara Internasional Lombok (BIL). Perjalanan waktu itu hampir
selesai dan kami tidak ingin melewatkan Pulau Lombok tanpa “pup sapi”. Hahaha…
Jangan keburu ilfeel ya, karena membaca pup atau kotoran. Dan disana
sebenarnya ngga ada “pup sapi” yang dijual bebas! Ya, emang karna ngga ada yang
jual. Dijual juga buat apa? Jadi? Buat apa tuh “pup”?
Silahkan searching Desa Sade di
internet browser kesayangan anda. Maka, anda akan mendapatkan beberapa
informasi terkait desa tersebut. Seperti yang sudah aku katakana diatas. Desa
ini terletak di Pulau Lombok dan dapat diakses saat perjalanan dari kota menuju
bandara. Tidak butuh waktu 1 jam dari bandara hingga sampai ke lokasi tersebut.
“Jangan khawatir dengan bau pup sapi! Jangan riskan untuk datang ke
desa tersebut. Yah, artis sekelas Atiqah dan Rio Dewanto saja datang. Kenapa
anda tidak?”
Sebutlah sebuah desa dengan budaya yang sedikit berbeda.
Dengan perbedaan dan budaya yang dianggap tidak biasa ini menjadikannya sebuah
desa yang unik. Desa ini memiliki kebudayaan menggunakan kotoran sapi sebagai
pembersih ruangan rumahnya. Tidak seperti rumah lainnya. Rumah-rumah didesa
tersebut terbuat dari tanah liat. Sehingga dikatakan bahwa dengan kotoran sapi
justru membuat lantai rumah mereka semakin bersih dan lebih kuat. Selain
membersihkan kotoran sapi digunakan sebagai perekat lantai rumah mereka.
Perjalanan waktu itu, aku mengantar teman jauh yang sedang
berlibur di Lombok. Hari itu waktu mereka untuk kembali ke Makasar dan aku
memaksa mereka untuk mengunjungi Desa Sade. Ternyata butuh sekitar 15 menit
lebih dari bandara hingga sampai ke Desa tersebut.
Begitu sampai disana, sama seperti tempat wisata lainnya.
Begitu ramai dengan bus besar di parkiran jalan. Besar tertulis seperti wisata
“Desa Sade”. Karena mengejar waktu pesawat boarding akhirnya kami berusaha
masuk dengan terburu-buru. Untuk dapat masuk tidak ada biaya masuk, namun
pengunjung diharuskan menyewa tour guide disana. Hanya berkeliling selama 10
menit saja dan aku sudah menangkap bahwa desa itu memang berbeda.
Rumah pertama kami
masuk. Dan ada beberapa yang diajarkan pada rumah tersebut, seperti :
Pintu Masuk dibuat Rendah, seakan harus Menunduk saat masuk.
Rumah tersebut tidak
secara langsung mengajarkan setiap orang yang datang untuk memberikan salam
kepada pemilik rumah. Minimal dengan merendahkan badan untuk menghargai pemilik
rumah dan pertanda bahwa orang luar akan masuk ke dalam rumah. Ini sudah jarang
dilakukan ditengah dunia yang makin modern. Tidak sedikit yang lupa ramah tamah
bahkan hanya untuk menundukkan kepala didepan orang yang lebih tua.
Anak Gadis dilarang Tidur diluar Ruang Kamar.
Adat yang dibuat di
desa tersebut, anak gadis dilarang untuk tidur diruang tengah dan hanya
diperbolehkan didalam ruang kamar. Kalau kata orang Jawa disebut “pamali” begitu. Ini berkaitan dengan
seorang anak gadis yang harus dijaga dengan baik. Dan anak gadis tersebut harus
juga memperhatikan pergaulannya agar tidak salah kedepannya, terlebih tidak
sedikit anak gadis yang hamil diluar pernikahan.
Menenun sudah menjadi Rutinitas.
Bagi ibu-ibu Desa
Sade menenun juga menjadi salah satu mata pencaharian mereka. Bayangin aja satu
kain bisa diselesaikan dengan lebih dari dua bulan. Trus? Gimana mau ngerjain
yang lain coba. Kisaran harga yang diberikan juga beraneka ragam dilihat dari
tingkat kesulitan dan lama mereka menenun. Tentunya makin lama, makin kualitas
dan ya, makin mahal sis!
"Perempuan dilarang menikah kalau bisa menenun"
- Atiqah Hasiholan di Desa Sade -
Desa Sade sudah menjadi objek
wisata yang harus dikunjungi. Begitu masuk anda akan melihat rumah-rumah
berdekatan dan itu terhampar luas hingga (entah berapa luas, karena aku lupa
luasnya) sepanjang mata memandang. Pokoknya luas. Warna rumah disana didominasi
oleh warna coklat dan masih banyak penduduk yang memang benar tinggal disana. Bayangin
saja, ngga ramai terus tuh rumah penduduk kalau desanya dijadikan objek wisata?
Gambar Instagram Atiqah Hasiholan (artis) bersama suami di Desa Sade
Oiya, sekedar info juga memang
banyak yang sudah mengunjungi tempat ini. Mau turis luar negri, dalam negri,
sampai artis. Tuh, buktinya sih Atiqah dan Rio Dewanto juga datang ke sini loh
pas liburan di Lombok. Pokoknya aku saranin kalian jangan main kesana, nanti
ngga mau pulang!
Calon Penulis
Asri Vitaloka
No comments:
Post a Comment