sudut potret pelabuhan Ba'a, Rote
Pertama kali nyoblos dalam pemilu Indonesia 2019 di pulau paling
selatan Indonesia, yaitu Rote Ndao. Kebayang kaya apa mules dan deg-degannya?
Dari sekian banyak pro kontra akan memilih 01 atau 02, kubulatkan
tekadku untuk tetap memilih salah satu diantara mereka. Paling tidak aku sudah
mendapatkan satu hak dan juga kewajibanku untuk ikut bersuara untuk Indonesia
dalam 5 tahun kedepannya. Nah, bedanya situasinya bukan di dekat rumah
melainkan pulau paling selatan Indonesia. Jadi, aku mau share sedikit gimana
sih perasaanku mengenai pemilu kemarin. Bukan perasaan tentang ebeb lo ya.
Pertamax
Gan!
Kalian ngga akan bayangkan. Mau berangkat kantor aja
bangunnya susah setengah mati. Tapi, demi memberikan satu suara berarti di Rote
aku rela bangun jam 5 pagi. Mandi baru jam 6.15 sih. Demi hanya untuk merasakan
sensasi men-coblos pertama kali seumur hidupku. Jadilah aku sudah di tempat
pemilihan jam 7 teng! Jam 7 guys!
Drama Ga
Terjadi Hanya di Korea, tapi ditempat TPS.
Awalnya si aku rada ngga percaya diri bisa nyoblos di 17
April 2019 kemarin. Tapi kunekatin aja pergi ke KPU sekitar seminggu sebelum
pemilihan hanya untuk memastikan diriku dapat nyoblos di 17 April ini. Dan
singkat cerita aku berhasil memegang surat A5. Surat sakti yang membuat namaku
masuk dalam kategori DPTB (daftar pemilih tambahan) kira kira gitu
singkatannya.
Sudah yakin banget bisa milih di hari pemilihan dari jam 7 pagi. Eh,
ternyata bapak-bapak ketua TPS nya nyuru aku dating lagi jam 12. Rasanya kek
miris kek mana gitu. Gagal sia-sia bangun pagi jam 5 pagiku. Hahaha…
3x
Bolak-Balik TPS.
Perjalanan memilihku pertama kali ternyata tidak semulus
bayanganku. Bangun pagi, dating ke TPS, nyoblos, nyelup jari ketinta, dan
posting. Tetep yak kaum milenials!
Aku harus merasakan ditolak dua kali oleh pihak TPS
dikarenakan surat A5 yang seharusnya masuk dalam DPTB dianggap masuk ke
kategori DPK atau pemilih khusus yang tak terdaftar KTPnya. Patah hati berbie
kemana-mana. Sampai drama pake ngomelin pihak TPS, kemudian balik ke KPU untuk
bertanya seperti apa seharusnya. Baru akhirnya setelah perjalanan ketiga ke TPS
baru aku disambut senyum hangat buat dikasi kesempatan nyoblos di jam 10 pagi.
Rada agak-agak malas si ya..
Satu Suara
Sangat Berarti.
Terlepas dari begitu ngga terkenalnya Asri Vitaloka, aku
mulai sadar sesuatu. Begitu tidak pedulinya aku sebagai warga Negara dan entah
berkontribusi apa aku sebagai diriku dalam sebuah Negara. Namun, jika ada
kesempatan untuk menyuarakan satu pilihan saja. Rasanya ngga etis kalau kita
melewatkan.
Mungkin ngga sedikit orang diluar sana yang ngga peduli
mengenai pemilu 2019. Tapi ada juga yang perhatian banget dengan nasib
Indonesia dalam 5 tahun kedepannya. Dan aku berusaha untuk menjadi satu dari
sebagian kecil orang yang ingin memberikan suaranya.
Aku ga mau menjadi satu orang yang menjawab,”Aku belum pernah ikut
pemilu sekalipun dalam hidupku!”. Entar kalau mati di tahun ke-4 setelah
pemilu? Gimana? Ngga pernah nyoblos, ngga pernah rasainya pake tinta di
kelingking. Duh, ngga mau ya aku.
Pro Kontra
di Media Sesungguhnya Bikin Bingung.
Aku berpendapat makin banyak tau malah bikin makin pusing.
Tapi ngga tau-tau banget juga bakal bikin kamu tersesat. Ngga lama sebelum
pemilu aku juga sempat melihat sekilas mengenai berita seputar pilpres 01/02
dan jujur kutak sanggup menerima semua berita. Alias gagal paham sis.
Jadi, kuputuskan cap cip cup aja pas milih kemarin. Eh? Ya,
ngga lah ya. Aku sih milih pak De ya karena bukan berarti menolak Prabowo,
hanya saja satu-satunya presiden yang kurasa menyentuh segala lini dalam Negara
baru ada di jaman Joko Widodo. Sementara Prabowo aku sungguh tak paham. Makanya
ada pepatah tak kenal maka tak sayang. Jadi, kubelum sayang. Loh?
Jangan harap aku bakal bahas tentang kerennya 01 atau 02. Namun,
pendapatku jika diharuskan memilih pemimpin Negara dengan segala pro kontra di
media adalah tidak ada pemimpin yang sempurna dalam memimpin. Akan ada
kelebihan kekurangan yang akan ditunjukan. Yah, syukur-syukur kalau punya
pemimpin yang hampir sempurna. Hanya saja, aku bilang ya mimpin arisan aja ngga
mudah apalagi mimpin Negara. Pemimpin Negara juga bisa bagus kalau punya
pendukung yang luar biasa. Jadi, kita berharap saja tidak terlalu banyak
kepentingan personal dan semoga saja Indonesia makin mantap kedepannya.
Yolo, umum kali bahasa kau Asri.
Jadi, mari
“IYA” untuk Indonesia.
Tidak hanya kuputuskan “Iya” aku memilih hanya karena keren
aja milih di pulau Rote, pulau paling selatan Indonesia. Namun akhirnya
kuputuskan untuk ikut “Iya” aku memilih peduli pada negaraku. Paling tidak
kontribusi paling sederhanaku dengan ikut melakukan penyoblosan dan ikutan
gerakan hastag #antigolputgolputday.
Tidaklah sederhana untuk dapat berkontribusi buat Negara.
Harus nyaleg dulu? Harus jadi presiden dulu? Sampai mati juga kurasa ngga akan
dapat kesempatan. Hanya saja, dengan pergi ke TPS dan memberikan satu suara
untuk Indonesia, anda sudah menjadi satu bagian dari pergerakan Indonesia
kedepannya. Bukan bagian kita untuk memikirkan akan dibawa kemana Indonesia.
Tapi kuusahakan untuk tak melewatkan satu kesempatan menjadi bagian dari “akan
dibawa kemana Indonesia?”.
Jadi, ya kuputuskan untuk “Iya” dalam mendukung Indonesia. Entah dari
pulau paling selatan Indonesia atau dari manapun nanti kuakan berada.
No comments:
Post a Comment