Sewaktu aku masih menggunakan laptop lama berwarna
putih, ternyata tulisanku jauh lebih banyak dibandingkan saat ini. Kupikir dengan
laptop yang lebih baru kesempatanku untuk menulis akan berlipat. Ternyata lebih
susah untuk menuangkan sesuatu.
Masih ingat dengan tulisanku “Will Sumba be the next?”.
Ternyata jawabannya cukup sederhana walaupun tidak pernah menyangka. Dan ya,
jawabannya adalah iya. Aku di sumba semenjak akhir Januari 2021. Tau gitu akhir
tahun ngga ngabisin waktu ke Sumba ya.
MUSIM HUJAN DI SUMBA
Aku bersyukur ya
disambut dengan musim hujan di awal tahun di Sumba. Ya, tepatnya Waingapu. Seakan
alam semesta mengatakan bahwa disinilah kamu untuk beberapa saat kemudian. Siapa
yang menyangka aku akan pindah ke tempat yang biasanya dijadikan lokasi
berlibur bagi sebagian besar orang.
Dan disinilah
aku, berusaha membangun cerita baru. Terlebih lagi, babang Kunyu ada di ujung
pulau Sumba dan butuh sekitar kurang lebih 4 jam untuk dapat berjumpa. Seru
kan.
KUTAK MENGURUSI METER LAGI, BERUBAH PROFESI
Banyak yang perlu
di adaptasi. Lingkungan, pekerjaan, dan semua kawan sekitar. Mungkin beberapa
orang paham akan pekerjaanku sebelumnya namun kini aku tak lagi mengurusi hal seputar
meter dan hal Teknik lainnya. Namun berubah menjadi mengurusi pemasaran dan
pelayanan pelanggan.
Adaptasi kecil dan sederhana sebelum sampai ke Sumba, yaitu aku membeli beberapa sepatu dan baju yang sesuai. Klasik, seakan tak perlu namun aku butuh. Segala pemikiran perlu diadaptasi hingga siap menjalani peran baru luar biasa ini. Dan foila, sudah sebulan lebih lamanya aku disini.
JUJUR,
KUSEMPAT TRAUMA PACKING
Ngeri banget
ngga si, ditengah tahun-tahun lalu aku senang banget kalau packing. Tapi
ngga terjadi sewaktu aku menyiapkan segala barangku saat akan pindah ke Sumba. Seakan
begitu memuakkan. Persiapan packing yang tak kunjung habis. Barang-barang
yang seakan ngga rapi-rapi. Kapan habisnya? Kapan diangkut POS si?
Tapi semua berhasil
sampai di sini namun menyisakan pengalaman packing yang begitu
memuakkan. Dan jujur, aku merasa agak sedikit mual dan trauma packing
saat bosku meminta kami harus dinas keluar kota disaat aku bahkan belum punya
kosan di tempat yang baru.
Berasa seakan
dihempaskan dari tempat lahir pekerjaanku. Dan tidak ada yang bisa
menyingkirkan siapapu dari posisi terakhirnya kecuali sebuat surat pindah!
Aku ngga bisa
ngucapin apa-apa, keburu nangis waktu perpisahan terakhir kali. Diminta buat
mengucapkan sepatah dua patah kata dan aku bahkan ngga bisa bilang apa-apa. Seakan
didepak dari tempat lahirku di Kupang, namun kurasa ini sesuatu yang harus
terjadi dan pastinya terbaik buat kita semua.
Aku harus pindah
dan aku siap menerima kisah luar biasa yang disiapkan Tuhan.
Terimakasih Tuhan.
Dari ujung pulau paling selatan hingga berpindah dan
sampai ke tanah Merapu. Mulai dari banyak orang mendukung hingga orang
mengacuhkan tak menjadi penghalang untuk jalanku di 2021. Semua terjadi
selayaknya memang harus terjadi. Setiap orang punya kisah dan langkahnya yang
tak semudah terlihat dari luar atau sekedar diceritakan. Ini berbeda dengan
realita saat menjalaninya.
Terimakasih Rote, halo Sumba.
Asri Vitaloka | Waingapu
No comments:
Post a Comment